Senin, 25 November 2013


Angka pengidap HIV/AIDS yang terus mengalami peningkatan menjadi peringatan bagi pemerintah. Sayangnya, pola pikir masyarakat Indonesia mengenai edukasi seks masih dianggap tabu.

Bahkan, masih banyak orangtua yang enggan memberikan informasi dan pemahaman yang baik mengenai seks dan masalah kesehatan reproduksi. Padahal ini hal yang penting demi menekan angka HIV/AIDS di tanah air.

Dr. Nafis Sadik, penasehat PBB mengenai HIV/AIDS untuk Asia Pasifik menuturkan bahwa edukasi kesehatan reproduksi bukanlah sesuatu yang tabu karena takut dikira membebaskan seseorang melakukan hal seenaknya. Padahal edukasi tersebut amatlah penting.

"Sedini mungkin, anak muda (15-29 tahun) harus diberi informasi atau edukasi mengenai kesehatan reproduksi dan seksual agar dapat membuat keputusan yang bertanggung jawab," jelasnya dalam talkshow di Aula Fakultas Kedokteran UI, Jakarta (21/5).

Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH, Sekertaris Nasional Penanggulangan AIDS Indonesia membenarkan pernyataan Dr. Nafis dan menganggap bahwa hal tersebut merupakan sebuah bentuk preventif pada anak.

"Di Indonesia, ada beberapa hal yang tidak boleh diberi tahu kepada anak sebelum anak menikah, salah satunya seks. Padahal anak perlu tahu. Itu hak anak dan sebagai orang tau atau para petugas kesehatan, mereka tidak boleh menolaknya," tambahnya.

Diharapkan dengan edukasi sedini mungkin, semakin banyak orangtua dan anak muda yang tidak tabu lagi untuk berbicara seks. Bahkan, masalah seks dan kesehatan reproduksi sudah menjadi kurikulum di beberapa sekolah di tanah air.

"Kurikulum pendidikan seks sudah harus dimulai di kelas 6 SD. Di Indonesia, kurikulum ini sudah dipakai di beberapa sekolah di 4 kabupaten di Papua. Kita menyebutnya lifestyle curriculum. Sayangnya, masih banyak guru yang masih malu atau takut untuk menerapkannya," jelasnya.

yahoo.com

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!